Rabu, 05 Oktober 2011

fiktif naratif a'la gue

"fiktif naratif a'la gue" part II
yang satu masih tulisan yang dibikin buat tugas akhir ABS juga. tp kalo yang ini emang buat gw sendiri...hihihi 
uniknya dari cerita ini, gue gak perlu mikir panjang, dan gw gk perlu mikir tentang rasionalitas, karena ceritanya juga tentang org mimipi...jd, seenaknya gw ajee mw nulis apa!!! namanya juga fiksi...hehehe
 ni dia kisahnya........


Mimpiku dan Komputerku
                                                karya: mohammad aditya
                                        NIM   : 0606971
Waktu menunjukan pukul sebelas lebih empat belas menit. Belum terlalu larut bagi seorang mahasiswa semester empat yang kebiasaannya hanya duduk di depan komputer kesayangannya. meskipun komputer butut dengan CPU tanpa casing dan monitor empat belas inchi yang super jadul itu tampak seperti barang yang hendak di jual ke tukang loak, namun harddisknya yang berkapasitas 80 gigabyte menampung cukup banyak data pribadinya. Mulai dari tugas kuliah, foto, lagu, film, age of empire, stronghold crusader, sampai data teman kuliahnya yang numpang simpan saja. Walaupun kebanyakan memori harddisknya diisi hal-hal yang berbau biru, mulai dari film biru, wallpaper biru, hingga foto-foto bokep yang memperkuat imajinasinya, tapi komputer butut itu memiliki peran penting dalam hidupnya, berhubung kapasitas otaknya yang lemah tak memungkinkannya menyimpan materi kuliah yang setiap hari dia jalani.
Tapi sudah satu minggu ini komputer butut itu tidak ada di kamarnya. Bukan dijual ke tukang loak, tapi sedang di diservis gara-gara panik karena ketahuan oleh ibunya waktu ia sedang nonton film bokep. Pada saat hendak dimatikan komputernya malah error, dicabut kabelnya malah kesetrum. Akhirnya tak ada jalan lain selain menyiram CPU telanjangnya dengan air minum dari pada mencari cara untuk membenahi muka dihadapan ibunya.
Sejak peristiwa memalukan itu, dan selama komputernya diservis, sepertinya ia kehilangan setengah bagian dari otaknya. Memang menyedihkan. Tapi, mau tidak mau, malam ini dia tetap harus mengerjakan tugas nihon bungaku yang harus dikumpulkan besok siang dengan tulis tangan dan dengan diterangi lampu belajar sepuluh watt. Sebelum besok pagi diketik ulang di computer kampus yang merupakan fasilitas bersama. Sehingga, dalam jangka waktu seminggu ini, waktunya lebih banyak ia habiskan di kampus.
Tapi belum sampai satu halaman tugas yang ia kerjakan, rasa kantuk telah bergelayutan di kelopak matanya. Entah bahan perekat apa yang digunakan oleh sesuatu yang disebut kantuk itu, sehingga ia sulit sekali untuk membuka mata dan menegakkan lehernya. Sampai-sampai ia tak menyadari diatas kepalanya ada seekor cicak yang menjatuhkan amunisi sebesar butir nasi berwarna hitam putih ke tengkuknya. Dengan tanpa perlawanan iapun menyerah tanpa syarat.
Seharian ini dia telah melalui hari yang melelahkan. Mulai dari kesiangan bangun, berdesakan di kereta, dan mengerjakan tugas sakubun sebanyak  tujuh halaman yang tidak sempat dikerjakannya. Belum lagi tiga mata kuliah yang berbeda lokasi membuatnya harus berjalan kesana kemari. Lalu dari sore sampai malam dia arubaito di kedai ramen di sekitar kampusnya. Dan merupakan kebahagiaan yang tak terkira, akhirnya ia dapat merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur lipat yang di gelarnya sebelum tidur. Untuk kamar dengan ukuran empat tatami, kasur lipat memang cocok untuk menyiasati masalah luas kamarnya. Berhubung yang mengisi kamarnya bukan hanya kasur, tapi juga ada rak buku, meja belajar kecil, dan oshiire yang di dalamnya terdapat segala macam barang yang ia sendiri tidak mengerti apa gunanya.
Matanya terbuka ketika sinar matahari masuk melalui celah jendela kamarnya. Kicauan burung dan suara orang-orang yang saling menyapa dengan ucapan ohayo gozaimasu terdengar cukup jelas ke telinganya. Dan hal itu menandakan bahwa hari telah pagi. Ia menegakkan punggungnya, menggeliat, lalu membuka jendela gesernya. Dengan wajah berseri dan mata belekan, ia menikmati hangatnya matahari pagi musim semi seraya mengisi paru-parunya dengan udara segar pagi hari negeri sakura.
Setelah membersihkan gigi dan mulutnya dari aroma tak sedap, lalu ia menyeka wajah supaya segar dan terbebas dari kotoran yang ada di sudut mata, juga kerak di ujung mulut yang terbentuk dari lendir yang mengering. Maka iapun berpakaian layaknya seorang mahasiswa yang baik dan benar. Di genkan, sambil bersepatu ia melirik arlojinya, kuliah pertama masih tiga jam lagi. Perjalanan ke kampus memerlukan waktu satu jam, itu artinya masih ada waktu dua jam lagi untuk nongkrong di kantin sambil sarapan. Kali aja ada sepasang mata sipit yang tertarik dengan mata bulat dan kulit coklat indonesianya.
Agar sampai di kampus tepat waktu, dia harus berjalan kaki selama lima menit menuju halteu bis. Sepanjang perjalanan menuju halteu, ia bertemu dan menyapa banyak orang, ada paman Kaminari yang sedang merawat bonsai, ibu Misae yang selalu meneriaki anaknya ketika hendak ke sekolah, “SHINCAA…AN, CEPAT BIS SEKOLAHNYA SUDAH DATANG !!!” , Usagichan dan Sonokochan yang selalu tampil seksi dengan rok SMAnya yang super mini, dan seorang anak laki-laki berkacamata dengan robot bulat gak jelas yang selalu kesiangan sekolah. Di halteu bis ia bertemu dengan dua tetangganya, pak Nohara dan pak Nobi Nobita, yang kantornya berdekatan dengan kampus tempat ia belajar.
 Perjalanan menggunakan bis dengan kecepatan 50KM/jam memakan waktu sepuluh menit. Lalu ia turun di stasiun dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta selama tiga puluh lima menit, dengan tujuan Tokyo. Seperti biasa, pada jam kerja kereta selalu dipadati penumpang. Lalu, dari stasiun kereta Tokyo, ia masih harus berjalan kaki menuju kampus. Meskipun ia berusaha tersenyum menyapa teman kampusnya yang kebetulan bertemu di stasiun, tapi ia tak dapat menyembunyikan wajah kusut karena berdesakan di kereta. Selama sepuluh menit berjalan kaki di musim semi tidaklah sia-sia, karena di sepanjang jalan ia dapat menikmati bunga sakura yang akan dan telah bermekaran. Setelah sepuluh menit perjalanannya yang indah dan menyegarkan, akhirnya tibalah ia di Tokyo Daigaku. Tanpa berpikir panjang, iapun langsung menuju kantin.
Di kantin, ia berjumpa dengan banyak orang, termasuk Erika Sawajiri. Erikachan adalah gadis jepang asli yang sangat manis. Dia mahasiswi Tokyo daigaku angkatan 2006 jurusan bahasa dan sastra indonesia.
Setelah mendapatkan kupon dari mesin pemesan makanan otomatis, iapun antri di stand makanan kesukaannya. Pada saat tiba gilirannya, ternyata dia pengunjung keseratus pagi itu, sehingga dia mendapatkan nasi uduk special dengan harga biasa. Walaupun senang, tapi dia bingung. Karena dia baru tahu kalau di jepang ada nasi uduk.
Dia duduk di meja tengah dengan sajian nasi uduk spesialnya yang mengepul harum. Tanpa disangka, ada seorang gadis menyapanya, “ohayou gozaimasu, watashiha anatato suwarukotoga iidesuka ?”, Tanya Erikachan dengan senyum manis yang khas tapi berefek seperti racun yang dapat menyebabkan henti nafas dan serangan jantung mendadak. Tapi dia hanya mengangguk sebagai tanda mempersilahkan, dengan tatapan mata bengong dan hidung yang hampir mimisan.
“ hari ini kamu ada acara?” Tanya Erika tiba-tiba. “ tidak ada”, jawab dia seperlunya, seakan mengontrol diri agar tak terjadi henti nafas mendadak.
“kalau begitu, kamu mau gak nemenin aku jalan-jalan? Hari ini kan ‘sangatsu kokonoka’!”, pinta Erika dengan wajah yang sedikit memelas. Dan ia pun mengangguk tanda mengiyakan. Entah kenapa, tak banyak hal yang dapat dilakukannya di hadapan Erika selain mengangguk, dan itupun dilakukan dengan wajah bengongnya yang menjijikan.
Kuliah terakhir bubar pukul tiga sore. Dia bergegas menuju tempat dimana ia janji bertemu dengan Erikachan. Di sebuah taman yang merupakan halaman gedung rektorat Tokyo daigaku, dia duduk dengan wajah muram di sebuah kursi tembok di pinggir kolam yang di tengahnya ada air mancur dan bunga teratai yang indah. Karena setalah tiga puluh menit menunggu, Erikachan tak kunjung menampakkan lubang hidungnya.
Tak lama Erikachan pun datang, “ gomenasai, osoku narimashita!”, ucap Erikachan dengan nada menyesal.
Rasa kesalnya kini hilang, berganti dengan rasa senang, karena ternyata orang Indonesia pun bisa lebih on time dari orang jepang. Dan Mereka berjalan meninggalkan kouen dengan sinar senja yang terpantul di kolam cinta.
Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah festival hanabi. Meskipun agak heran kenapa ada hanabi di musim semi, tapi mereka menikmati suasananya. Sebelum acara kembang api, para pengunjung melakukan bon odori terlebih dahulu.
Setelah lelah menari, mereka singgah di kedai ramen. Mereka memesan ramen super special yang panas. Dan mereka makan seperti orang yang kesurupan.
Dengan perut kekenyangan, mereka menonton pementasan kabuki. Pertunjukan yang berlangsung selama tiga jam hanya dapat mereka saksikan sepuluh menit. Karena selebihnya, mereka hanya tertidur dan mendengkur.
Malam makin larut. Mereka masuk ke kedai tempat minum sake. Awalnya dia sempat ragu, apakah Erikachan mau diajak mabuk-mabukan. Tapi diluar dugaan, Erikachan langsung memesan beberapa botol sake. Tanpa menggunakan gelas yang tersedia Erikachan meminum sake langsung dari botolnya, tanpa menunggu waktu lama Erikachan langsung bertingkah seperti orang gila. Dia hanya bengong melihat Erikachan yang mabuk sambil joged dan bergoyang seperti penyanyi dangdut saweran. Mulai dari goyang ngebor, goyang ngecor, sampai goyang patah-patah.
Dengan menggunakan gelas dia pun meminum sake tanpa ragu. Dan merekapun mabuk bersama. Dunia seakan milik berdua. Sampai dia tak menyadari mulutnya terus memproduksi air liur dan mulai membasahi sekitar mulut dan bajunya. Lalu tiba-tiba terdengar ada orang yang mengetuk pintu sambil teriak-teriak.
“UJANG…! Geura hudang! Geus beurang!”, terdengar suara ibunya berteriak membangunkan ujang. “naha emak aya didieu?”, jawab ujang setengah sadar. “ naha da aing mah teu kamamana!”, jawab ibunya dengan ketus.
“ Emak, ujang aya dimana”, Tanya ujang pada ibunya dengan terheran-heran. “ Gandeng siah! Anggur mah geura mandi! Lain na maneh aya ujian poe ieu teh?”, bentak ibunya.  Ujang kaget, ternyata ia ketiduran di atas meja belajarnya. Dan semua tugasnya basah oleh iler yang meleleh dari mulutnya.
Ternyata semuanya hanya mimpi. Pantas saja di jepang ada nasi uduk special, hanabi di musim semi, dan Erika Sawajiri dapat bergoyang seperti penyanyi dangdut murahan.
Ujang menegakkan punggungnya, membuka jendela kamarnya. Terlihat pemandangan sekitar rumahnya berupa gang kecil diantara padatnya pemukiman di kota bandung.
Meskipun semua yang dialaminya hanya mimpi indah, tapi ujang bersyukur dapat merasakan keindahan negeri sakura walaupun hanya sebatas mimpi.
Andaikan saja komputernya tidak di servis, mungkin ia tak akan dapat merasakan tidur nyenyak dan mimpi seindah tadi malam.
Terima kasih Tuhan…
Terima kasih Emak…
Terima kasih komputerku…
Untuk tidur nyenyak dan mimpi indahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar