Nenek lasmi adalah seorang penjual gorengan keliling di sebuah kampus negeri di kota bandung. Walaupun usianya sudah menginjak 70 tahun, tapi ia tetap berjualan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Gorengan yang ia jajakan tak hanya buatannya sendiri, sebagian besar ia ambil dari orang-orang yang percaya dan mau menitipkan barang dagangannya. Tak lebih dari satu bakul dan satu baskom dagangan yang ia jajakan setiap hari, dan keuntungannya pun tak sebesar yang ia harapkan. Namun nenek lasmi selalau bersyukur pada apa yang didapatnya, walaupun ia tak mampu berbuat banyak dengan apa yang ia dapat. Sebenarnya dulu nenek lasmi punya sebuah warung yang boleh dikatakan ramai dengan tetangga sebagai langganannya. Namun karena kalah saing dengan sebuah mini market baru di ujung gang, ia pun menjual warungnya untuk memenuhi kebutuhan.
Nenek lasmi punya seorang cucu yang sangat ia sayangi, warti. walaupun sebenarnya ia adalah anak dari tetangga yang dulu meninggalkan bayinya setelah si isteri meninggal dan si suami pergi meninggalkan bayinya begitu saja. Kini si bayi itu beranjak dewasa, ia tumbuh menjadi seorang wanita yang cantik. Tak jarang lelaki tergila-gila dengan kecantikannya. ia bekerja di sebuah pabrik makanan di daerah bandung timur. Ia menyewa sebuah kamar dengan hasi jerih payahnya sendiri sebagai seorang buruh pabrik. Tapi perangainya tak begitu baik, jarang sekali ia pulang untuk menjenguk nenek lasmi. Bahkan ia pernah menendang dagangan nenek lasmi hanya gara-gara minta dibelikan HP sewaktu SMA. Dan nenek lasmi terpaksa untuk kembali menunda impiannya.
Oh iya!!! Nenek lasmi punya sebuah impian sejak lama. Dia sangat berharap suatu hari ia bisa melaksanakan ibadah haji ke tanah suci. Namun impiannya itu seakan semakin jauh dari harapan ketika ia harus memeihara bayi tetangganya itu. Tabungannya semakin hari semakin menipis, karena harus menutupi kebutuhannya, mulai dari susu, makanan bayi, sampai sekolahnya. Karena nenek lasmi berharap dia tumbuh menjadi seorang yang besar dan sukses, dan kelak bisa berbakti serta membantunya untuk mewujudkan impiannya. Namun semua diluar dugaan, anak itu justru memilih untuk tidak meneruskan kuliahnya hanya karena ajakan kerja dari temannya. Padahal nenek lasmi sudah rela menjual warungnya untuk menambah biaya masuk kuliah.
Sekarang nenek lasmi terpaksa membuang impiannya itu jauh-jauh. Ia berpikir lebih baik ia beribadah di tanah air saja, toh ibadah haji hanya wajib bagi yang mampu saja. Dan ia lebih berpikir dengan masa depannya sebagai manusia yang kelak akan kembali kepada tuhannya. Ia tetap rajin menabung untuk semua biaya yang pasti harus dikeluarkan saat ia meninggal. Ia tidak mau merepotkan orang lain, apalagi ia merasa ragu kalau warti masih perduli padanya.
Dengan hasil usahanya selama ini nenek lasmi merasa cukup dengan apa yang ia dapatkan. Tabungan masa depannya pun hamper mencapai target yang direncanakan. Karena semua sudah disesuaikan dengan apa yang diperukan. Mulai dari lahan kuburan, kain kafan dan ongkos untuk pelaksanaan penguburannya. Bahkan segala persiapan begitu sudah matang, hingga ia merasa sudah siap dan semakin dekat dengan kematian. Bahkan ia sudah merasa bahwa saat itu akan segera tiba.
Namun semua diluar dugaan, hingga suatu hari nenek lasmi mendapat kabar bahwa warti ditemukan tak bernyawa di sebuah kamar kosan. Menurut hasil otopsi, warti meninggal karena diperkosa oleh beberapa orang setelah mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Semua uang, tabungan dan barang-barang berharga pun raib digondol sang pelaku yang diduga pacarnya sendiri ditemani beberapa teman. Sayangnya polisi tidak menemukan alamat lain selain alamat nenek lasmi. Maka polisi pun menyerahkan mayat warti kepada nenek lasmi. Bagaimana pun nenek lasmi sangat menyayangi warti dan ia menerimanya dengan sedih hati. Dan dengan berat hati ia mengurus penguburan warti dengan tabungan yang selama ini ia simpan.
Dan nenek lasmi pun memulai kembali tabungannya dari awal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar