Sumber: www.AnneAhira.com
Setiap manusia memiliki rasa. Nilai rasa itulah yang kemudian membuat manusia mampu mengekspresikan dirinya secara verbal. Cinta, merupakan salah satu penggerak manusia dalam mengekspresikan dirinya. Cinta begitu abstrak untuk diterjemahkan secara harfiah. Cinta lebih pas jika ditafsirkan sebebas-bebasnya sebab misteri cinta merupakan kompleksitas dari verbalitas takdir manusia yang selalu memvisualkannya dalam wujud yang beragam.
Cinta yang dimiliki manusia merupakan rasa yang hadir biasa saja sebetulnya. Bisa muncul karena perasaan kagum, bangga, sayang, atau iba sekalipun. Seseorang yang mencintai, bisa saja bermula pada porsi memuji yang pada akhirnya menjadi memuja. Jika telah tiba pada tingkatan memuja, bisa dipastikan ia telah terkena cinta.
Disebabkan cinta merupakan sesuatu yang abstrak, ia memiliki sisi yang kadang tak bisa diterjemahkan secara nalar. Apa-apa yang terjadi atau menimpa diri seorang pecinta bisa menjadi sesuatu yang tak terdefinisikan bahkan oleh diri pecinta itu sendiri.
Sesuatu yang abstrak, tak terdefinisikan, dan seolah-olah cinta merupakan sesuatu hal yang absurd, menjadikan cinta sebagai misteri. Hanya bisa diterka. Mungkin, mungkin, dan mungkin. Kata itulah yang kemudian muncul dalam benak setiap orang.
Misteri cinta bisa menimpa siapa saja dan bisa sangat mengejutkan. Cinta yang sejatinya adalah sebuah anugerah keindahan yang mestinya memberikan kegempitaan dapat menjadi duka yang menyesatkan. Telah banyak kita temui kasus-kasus yang diakibatkan justru karena kemestian keindahan dan kegempitaan cinta itu sendiri.
Mulai dari patah hati yang sudah sangat wajar dialami, dikhianati, gangguan kejiwaan, bahkan disakiti secara fisik pun menjadi hal yang menyenangkan. Tak sedikit pula yang memutuskan mati bunuh diri.
Persoalan-persoalan yang muncul kemudian karena misteri cinta, sungguh menyiksa jiwa pecinta. Tingkat kejiwaan yang menggila adalah hal yang ditakuti oleh banyak pecinta. Beberapa bahkan merasa senang dan nyaman ketika ia bisa meluapkan apa yang dirasanya dengan bercengkerama dengan benda mati seperti jendela, tirai, panci, wajan, bahkan dengan udara sekalipun.
Sebagian di antaranya rela menghukum dirinya secara serta merta dengan amarah yang membabi buta. Menjadi seorang masokis adalah pilihan yang tepat untuk merasakan kenyamanan kesakitan. Pada tahap ini, seorang pecinta akan merasa dirinyalah yang paling teraniaya.
Seorang masokis akan mengklaim dirinya sakit tanpa peduli rasa sakit orang lain. Banyak pula yang memilih mati dengan cara yang tragis dengan meminum racun, menjatuhkan diri dari gedung bertingkat, menggantung diri, memotong urat nadi, atau menabrakkan diri pada mobil atau kereta api. Sungguh kematian begitu mudah dan nyawa begitu murah.
Cinta tidak selalu memiliki misteri yang berefek negatif. Sebagai hal yang semestinya membuahkan kegembiraan, misteri cinta hadir dalam kegempitaan yang meluap. Bergairah menuntaskan hari demi hari, produktif dan kreatif dalam aktivitas, berorientasi positif, serta membangun pribadi aktif dan arif.
Cinta pun memiliki misteri yang membuat proses pendewasaan pada setiap individu sebagai sebuah cetak biru dari warna cinta itu sendiri yang sesungguhnya berwarna biru. Merah jingga atau merah muda hanyalah sebuah pengejewantahan verbal, namun biru merupakan warna cinta sebenarnya.
Mengapa merah muda, persoalannya lebih pada penunjukkan keromantisan sebagai efek realisasi warna. Sementara biru, merupakan tafsiran dari sebuah pemikiran filosofis yang berarti tenang dan spiritual. Itulah cinta. Begitu tenang, berpretensi spiritual, dan abstrak.
Cinta memang kerap hadir secara tak terbantahkan. Menjadi senyawa yang dapat melanjutkan daya juang hidup atau pembunuh abstrak yang sanggup menghentikan denyut jantung dalam sekejap. Waspada merupakan keutamaan dalam mencerap cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar